Senin, 30 Maret 2015

PIKIRAN SEORANG PEMUDA SEMENTARA ITU

Aku masih belum mengerti tentang mereka dan keinginan mereka, karena mereka sendiri belum paham aku. Melihat sikap mereka sendiri aku jadi bingung dan bimbang. Seperti meyakinkan sekali. Namun, rasa takut untuk disakiti kembali muncul. Bahkan untuk seolah-olah tegar, yang terlihat dari luar aku mencoba mencari alasan untuk melawan rasa takutku. Alasan terkuatku yaitu warisan cita-citaku yang akan aku gali kembali.
Sempat terlintas dalam benakku tentang kesirnaanku dari tempat dimana aku mendapat kehidupan. Aku membayangkan orang-orang akan bersedih tapi aku tidak ingin akhir yang menyedihkan. Aku membayangkan orang-orang akan tertawa, tetapi sehina itukah aku ini? Tak terbayangkan apa yang akan terjadi padaku kelak. Detik ini, hari ini, akhir tahun ini, bulan depan, empat tahun lagi. Siapa tahu aku benar-benar menjadi orang pilihan untuk orang terpilih. Wallahualam.
Setelah sekian lama, kembali aku tulis lembar dalam buku ini. Ingin aku gambarkan suasana dan keadaan selama ini yang dapat aku kumpulkan. Ketika aku mengingat masa lalu, terlintas perasaan aneh yang tak dapat aku tembus dan aku salami. Serasa menangis dan semua waktu untuk menangis adalah milikku. Tangan ingin menggapai tak jua dapat menyentuh walau hanya seujung jari. Tak inginku terus larut dalam baying-bayang masa lalu walaupun tanpanya aku tak ada hingga dapat aku tulis disini.
Apakah arti dari kegagalan dan keberhasilan? Menurutku hidup memang harus dijalani dengan konsekuensi, tidak ada kata gagal. Optimistis yang tinggi membuat semua terasa diatas batu yang harus ditopang dengan kuda-kuda yang mantap. Tujuan hidup selain berhasil ada apa lagi? Berhasil hidup mandiri, berhasil dalam beribadah, berhasil dalam bercinta, berhasil mendapat kemahsyuran, berhasil mendirikan perusahaan, berhasil bertemu orang pilihan, yang pasti berhasil berguna bagi diri sendiri dan orang lain.
Melihat kecurangan membuat hati jengkel juga. Namun, tak dapat berbuat apa-apa ketika kita mengetahui lebih jengkel lagi. Aku malas berdebat dengan orang-orang yang telah berbuat curang, sebab mulut mereka akan mengeluarkan nada tinggi dengan argumen-argumen bodohnya. Gerak tubuh mereka seakan-akan menunjukkan bahwa merekalah penguasa (penguasa kebodohan). Kenapa juga aku tak seperti mereka. Aku takut dan tertekan ketika berbuat curang. Mereka orang-orang curang benar-benar orang yang hebat (hebat bodohnya).
Setelah aku lewati tekanan yang begitu berat akhirnya aku merasakan sedikit kelegaan. Sebelumnya aku merasa sulit sekali tidur nyenyak, nafas menjadi berat, keringat terpendam, tetapi parahnya aku masih teringat kepada orang yang sama sekali tidak peduli kepadaku walau aku telah memberikan perhatian disaat aku sendiri sedang susah. Tak terbayang kapan lagi aku akan mengalami tekanan-tekanan seperti itu lagi yang bagiku merupakan tempaan-tempaan kepada mental agar lebih kuat melangkah diatas bumi yang semakin rapuh ini.

Apa arti menghargai bila dalam keterasingan, apa arti mengerti bila dalam kesombongan. Keraguan menjadi satu-satunya hal yang menghujam benak ini. Apa arti mencintai kalau benci yang didapat. Apakah gengsi mengalahkan rasa sayang? Tak bisakah tetap baik walau dalam hati tak terbesit satu rasa apapun. Apa arti kebohongan jika untuk kebaikan. Tapi bukan berarti aku ingin dibohongi karena aku mengetahui rasanya dibohongi apalagi oleh orang yang “katanya sayang” rasanya menyesakkan batin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar