Aku
masih belum mengerti tentang mereka dan keinginan mereka, karena mereka sendiri
belum paham aku. Melihat sikap mereka sendiri aku jadi bingung dan bimbang. Seperti
meyakinkan sekali. Namun, rasa takut untuk disakiti kembali muncul. Bahkan untuk
seolah-olah tegar, yang terlihat dari luar aku mencoba mencari alasan untuk
melawan rasa takutku. Alasan terkuatku yaitu warisan cita-citaku yang akan aku
gali kembali.
Sempat
terlintas dalam benakku tentang kesirnaanku dari tempat dimana aku mendapat
kehidupan. Aku membayangkan orang-orang akan bersedih tapi aku tidak ingin
akhir yang menyedihkan. Aku membayangkan orang-orang akan tertawa, tetapi
sehina itukah aku ini? Tak terbayangkan apa yang akan terjadi padaku kelak. Detik
ini, hari ini, akhir tahun ini, bulan depan, empat tahun lagi. Siapa tahu aku
benar-benar menjadi orang pilihan untuk orang terpilih. Wallahualam.
Setelah
sekian lama, kembali aku tulis lembar dalam buku ini. Ingin aku gambarkan
suasana dan keadaan selama ini yang dapat aku kumpulkan. Ketika aku mengingat
masa lalu, terlintas perasaan aneh yang tak dapat aku tembus dan aku salami. Serasa
menangis dan semua waktu untuk menangis adalah milikku. Tangan ingin menggapai
tak jua dapat menyentuh walau hanya seujung jari. Tak inginku terus larut dalam
baying-bayang masa lalu walaupun tanpanya aku tak ada hingga dapat aku tulis
disini.
Apakah
arti dari kegagalan dan keberhasilan? Menurutku hidup memang harus dijalani
dengan konsekuensi, tidak ada kata gagal. Optimistis yang tinggi membuat semua
terasa diatas batu yang harus ditopang dengan kuda-kuda yang mantap. Tujuan hidup
selain berhasil ada apa lagi? Berhasil hidup mandiri, berhasil dalam beribadah,
berhasil dalam bercinta, berhasil mendapat kemahsyuran, berhasil mendirikan
perusahaan, berhasil bertemu orang pilihan, yang pasti berhasil berguna bagi
diri sendiri dan orang lain.
Melihat
kecurangan membuat hati jengkel juga. Namun, tak dapat berbuat apa-apa ketika
kita mengetahui lebih jengkel lagi. Aku malas berdebat dengan orang-orang yang
telah berbuat curang, sebab mulut mereka akan mengeluarkan nada tinggi dengan argumen-argumen
bodohnya. Gerak tubuh mereka seakan-akan menunjukkan bahwa merekalah penguasa
(penguasa kebodohan). Kenapa juga aku tak seperti mereka. Aku takut dan
tertekan ketika berbuat curang. Mereka orang-orang curang benar-benar orang
yang hebat (hebat bodohnya).
Setelah
aku lewati tekanan yang begitu berat akhirnya aku merasakan sedikit kelegaan. Sebelumnya
aku merasa sulit sekali tidur nyenyak, nafas menjadi berat, keringat terpendam,
tetapi parahnya aku masih teringat kepada orang yang sama sekali tidak peduli
kepadaku walau aku telah memberikan perhatian disaat aku sendiri sedang susah. Tak
terbayang kapan lagi aku akan mengalami tekanan-tekanan seperti itu lagi yang
bagiku merupakan tempaan-tempaan kepada mental agar lebih kuat melangkah diatas
bumi yang semakin rapuh ini.
Apa
arti menghargai bila dalam keterasingan, apa arti mengerti bila dalam
kesombongan. Keraguan menjadi satu-satunya hal yang menghujam benak ini. Apa arti
mencintai kalau benci yang didapat. Apakah gengsi mengalahkan rasa sayang? Tak bisakah
tetap baik walau dalam hati tak terbesit satu rasa apapun. Apa arti kebohongan
jika untuk kebaikan. Tapi bukan berarti aku ingin dibohongi karena aku
mengetahui rasanya dibohongi apalagi oleh orang yang “katanya sayang” rasanya
menyesakkan batin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar