Minggu, 15 Maret 2015

MERANCANG PELATIHAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN BERBASIS PARTISIPASIF DI DAERAH PERBATASAN


Oleh : Kharis Ragil Triyanto, S.T.P
Penggerak Swadaya Masyarakat Pertama
UPT-P Balatrans Denpasar

Abstrak
Daerah perbatasan merupakan etalase bagi negara lain untuk melihat bagaimana jati diri sesungguhnya bangsa Indonesia. Masyarakat di daerah perbatasan khususnya transmigran yang ditempatkan disana adalah bentuk perwujudan pemerintah dalam upaya pembangunan daerah perbatasan. Akan tetapi, pembangunan daerah perbatasan oleh pemerintah masih belum optimal karena kurangnya partisipasi masyarakat perbatasan itu sendiri.
Sebagai Penggerak Swadaya Masyarakat yang memiliki tugas penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan selalu dituntut agar dapat mengajak masyarakat sebagai subjek dari pembangunan dengan bermodalkan kearifan lokal. Proses pembangunan masyarakat tak luput dari peran para penggerakak  swadaya masyarakat. Disisi lain para penggerak swadaya masyarakat itu sendiri perlu dukungan, terutama dukungan peningkatan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan bagaimana pemberdayaan berbasis masyarakat dapat terlaksana.
Sebagai pendukung pengembangan wilayah perbatasan, maka dibutuhkan rancangan pelatihan wawasan kebangsaan berbasis partisipasif untuk masyarakat transmigran khususnya di daerah perbatasan. Diharapkan hasilnya adalah produk masyarakat dari arus bawah melalui proses partisipasif yang sangat mengedepankan hubungan saling menghargai, bekerjasama, mempunyai komitmen dan diharapkan menghasilkan hubungan kerja yang berkelanjutan.


A.           PENDAHULUAN
Lebih dari setengah abad kita membangun, ternyata pembangunan tersebut banyak melupakan daerah-daerah perbatasan. Sudah saatnya kita menata kembali pembangunan dan memberikan perhatian yang serius kepada daerah-daerah perbatasan sebagai bagian  integral wilayah NKRI. Daerah perbatasan merupakan beranda depan negara Indonesia. Sebagai icon dari bangsa dan negara Indonesia, sudah saatnya daerah perbatasan memperoleh perhatian khusus agar bangsa kita dihargai martabatnya oleh bangsa lain.
Menilik dari kondisi tersebut maka dipandang tepat bilamana program pelatihan penggerakan masyarakat diisi dengan motivasi partisipasif untuk turut mendongkrak dan memajukan masyarakat di daerah perbatasan. Dengan memberdayakan orang-orang/ tokoh yang mempunyai motivasi untuk membangkitkan kesadaran, komitmen, kemauan, dan kemampuan untuk menjadi mobilisator/ pionir pembangunan daerah perbatasan.
Dalam pembangunan masyarakat, sumber daya manusia dalam hal ini warga transmigran dan Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan, karena manusialah yang akan menggerakkan dan mengelola sumber daya lain yang ada pada wilayahnya untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Namun yang menjadi tantangan pada saat ini, bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar mampu berpartisipasi aktif, kreatif dan inovatif dalam membangun masyarakat secara mandiri.  Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pelatihan pengembangan wawasan kebangsaan yang di dalamnya terdapat motivasi partisipasif. Pelatihan ini diselenggarakan oleh lembaga-lembaga yang mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, UPT-P Balai Latihan Transmigrasi Denpasar sebagai salah satu lembaga pemerintah yang  memiliki tugas memberdayakan masyarakat khususnya masyarakat transmigran menyelenggarakan pelatihan pengembangan wawasan kebangsaan di daerah transmigrasi yang memiliki perbatasan dengan negara lain.

B.            TUJUAN
Tujuan  penyusunan makalah ini adalah memberikan gagasan rancangan pelatihan pengembangan wawasan kebangsaan yang sesuai di daerah perbatasan untuk menyejahterakan masyarakat perbatasan secara mandiri.

C.           KERANGKA PIKIR
Wawasan adalah cara pandang atau cara melihat atau pengetahuan tentang sesuatu. Kebangsaan berasal dari kata bangsa. Bangsa lahir dari adanya kesamaan kesadaran untuk hidup bersama dalam suatu keluarga besar. Kebangsaan berarti ide atau pemikiran tentang bangsa. Wawasan kebangsaan adalah cara pandang suatu bangsa terhadap prinsip-prinsip dasar kebangsaan yang menjadi ciri dan mencerminkan sikap dan kepribadian serta jati diri bangsa tersebut, yang memiliki rasa tanah air, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, serta memiliki rasa kebersamaan untuk membangun bangsa dan negaranya menjadi lebih baik dengan memahami delapan gatra sebagai kekuatan meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan batas wilayah dalam menghadapi hambatan (berasal dari dalam negeri) dan tantangan (berasal dari luar negeri).
Pembangunan masyarakat akan berhasil dan bermanfaat apabila berkonsentrasi pada kebutuhan masyarakat, sehingga keterlibatan masyarakat sejak awal merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Beberapa langkah dalam rangka membangun keterlibatan masyarakat antara lain :
1.           Mengidentifikasi kebutuhan serta masalah yang dihadapinya.
2.           Mengidentifikasi potensi-potensi yang ada diwilayahnya untuk dapat dikembangkan.
3.       Mengembangkan rencana strategi untuk pembangunan masyarakatnya berdasarkan kebutuhan serta potensi yang ada.
4.           Melaksanakan rencana tersebut dengan partisipasi masyarakat secara maksimal dan mandiri.

Rancangan pelatihan ini  harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini :
1.      Motivasi Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM)
Menjadi seorang penggerak, banyak hal yang harus dipersiapkan baik persiapan ketahanan personal, kemampuan memahami lingkungan dan modal sosialnya meliputi kemampuan mengajak, memobilisasi, menjembatani, serta kemampuan untuk menjadi fasilitator. Sehingga peran penggerak sangat penting dan strategis. Dalam konteks penggerakan masyarakat, seorang penggerak swadaya masyarakat menempatkan diri sebagai garda terdepan dan sebagai pionir pemberdayaan. Untuk itu dibutuhkan pemahaman, afeksi, dan keterampilan yang memadai baik dari sisi motivasi, pemberdayaan, mobilisasi dan mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam pemberdayaan masyarakat.
Atas pertimbangan itu, maka perlu dirumuskan desain untuk mengembangkan para PSM yang handal. Sehingga ketika para PSM mempunyai bekal baik secara pengetahuan, afeksi, dan keterampilan maka selanjutnya adalah bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan sosial yang sebenarnya.
Pada tatanan implementasi, sisi keterampilan akan lebih dominan, terutama bagaimana memobilisasi masyarakat untuk secara bersama memberdayakan diri sendiri. Baik pada tahap awal penelusuran kebutuhan (TNA) sampai tahapan pelaksanaan rencana aksi penggerakan. Hasil akhirnya adalah munculnya gerakan pastisipasi masyarakat. Semuanya merasa ikut memikirkan, berperan, dan berpartisipasi di segala sisi pemberdayaan. Kondisi ini diharapkan akan memotivasi orang, kelompok, atau pihak lain untuk menjadi motivator pemberdayaan.



Skema. Alur Motivasi Partisipasif

2.      Penggerakan Masyarakat Berbasis Partisipasif
Berbagai program pelatihan transmigrasi yang telah dilaksanakan oleh UPTP Balai Latihan Transmigrasi Denpasar secara mendasar belum dapat menjawab segala permasalahan yang dialami masyarakat. Seluruh masalah itu dapat disebabkan diantaranya oleh sistem partisipasi masyarakat, mulai dari tahap perencanaan sampai pada evaluasi, yang kurang aspiratif. Akibatnya muncul partisipasi yang bukan berdasarkan kehendak masyarakat, tapi partisipasi yang dipaksakan. Proses pelaksanaan pembangunan yang seperti itu akan memunculkan pengaruh yang signifikan terhadap hasil yang dicapai. Selain itu kurangnya rasa memiliki di kalangan masyarakat terhadap program yang dilaksanakan berakibat pada ancaman ketidakberlanjutan program (unsustainability), dan mudah sekali dilupakan dan ditinggalkan (hit and run).
Penggerakan yang dimotori dengan motivasi partisipasif diyakini akan memunculkan rasa memiliki terhadap suatu program mengharuskan bahwa setiap komponen masyarakat ikut terlibat mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi program. Dengan demikian paradigma pembangunan yang bersifat sentralistis dan top down harus mulai ditinggalkan.
Pola pendekatan yang bersifat sentralistis dan top down seringkali menimbulkan permasalahan seperti (1) kurang terakomodasinya aspirasi masyarakat serta ketergantungan masyarakat kepada pihak “luar” dalam pengambilan prakarsa dan perumusan program, (2) terjadinya ketidakcocokan program antara perancang program dalam hal ini pihak “luar” dengan pelaksana di lapangan (masyarakat), (3) masyarakat hanya sebagai obyek, karena keterlibatannya hanya sebagai pelaksana, sehingga mereka seringkali tidak merasa sebagai pemilik program, (4) karena tidak merasa memiliki program, akibatnya dukungan masyarakat terhadap program seperti ini seringkali semu demikian pula dengan partisipasi mereka, (5) tidak adanya proses pembelajaran (learning process) dari masyarakat dalam hal perencanaan dan pengorganisasian karena mereka mereka hanya sebagai pelaksana (obyek), dengan demikian kurang menjamin keberlanjutan program karena prakarsa selalu datang dari luar dan keterampilannya pun akhirnya tetap dimiliki oleh orang luar.
Untuk menghindari masalah tersebut sebenarnya sudah ada sistem perencanaan pemberdayaan masyarakat berbasis partisipasif, tinggal bagaimana sistem tersebut dijalankan secara sinergis dengan kesadaran, komitmen dan kebersamaan mewujudkan partisipasi semua kalangan. Tahapan sistem perencanaan pemberdayaan masyarakat berbasis partisipasif yaitu (1) Lokakarya tingkat RW (2) Lokakarya Desa (Musbangdes/kelurahan) (3) Lokakarya kecamatan (4) Lokakarya kabupaten/kota (Rakorbang). Diantara setiap tahapan sistem tersebut paling tidak mengandung unsur penetapan prioritas kebutuhan, penetapan rumusan usulan perencanaan, penetapan prioritas usulan kegiatan, pemilahan dan kategorisasi kegiatan berdasarkan dana yang dibutuhkan (swadaya, dunia usaha/ Pemda), serta yang utama ada penjaminan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Dari gambaran dua dimensi diatas, yaitu yang berkaitan dengan motivasi dan penggerakan masyarakat berbasis partisipasif. Maka dalam prosesnya seorang PSM harus memahami alur pikir pemberdayaan yang dilaksanakan. Berkaitan dalam pelatihan pengembangan wawasan kebangsaan di daerah kebangsaan ini, PSM dapat menerapkan tahapan pemberdayaan yang meliputi (1) Awakening, suatu proses yang membantu orang mengadakan penelitian terhadap situasi mereka saat ini, pekerjaan, pekerjaan dan posisi mereka dalam organisasi dalam bahasa yang sederhana yaitu adanya proses penyadaran terhadap “siapa diri saya”. Artinya, seorang PSM harus mengajak transmigran dan masyarakat sekitar untuk mengenal diri mereka bahwa mereka tinggal di daerah perbatasan yang memiliki berbagai potensi dengan melakukan penelitian dan survei yang dilakukan masyarakat transmigran sendiri (2) Understanding, suatu proses orang mendapat pemahaman dan persepsi baru yang sudah mereka dapat mengenai diri sendiri, pekerjaan, aspirasi, dan keadaan umum. Kaitannya dengan masyarakat transmigran di perbatasan, PSM harus mengajak mereka untuk memikirkan apa yang akan mereka lakukan untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan melihat keaadan mereka sekarang dan potensi yang tersedia di daerah perbatasan (3) Harnessing, yaitu individu yang telah memperlihatkan keterampilan dan sifat, harus memutuskan bagaimana mereka dapat menggunakannya bagi pemberdayaan. Seorang PSM diharapkan dapat mengajak dan memilih siapakah tokoh yang dapat berperan di lingkungan masyarakat transmigran demi kemajuan wilayahnya khususnya di daerah perbatasan, dan (4) Using, suatu proses penggunaan keterampilan dan kemampuan pemberdayaan sebagai bagian dari kehidupan kerja setiap hari. Tokoh pemberdaya yang sudah dibentuk oleh PSM diharapkan akan terus memberdayakan wilayahnya dengan menggunakan keterampilan dan kemampuannya.
Adapun skema pemberdayaan seorang PSM dapat dilihat dari skema berikut :

 






Skema. Sistem Pemberdayaan PSM

Skema diatas menjelaskan bahwa, seorang PSM harus berdiri pada tahapan manapun. Seorang PSM harus memahami, afeksi dan terampil dalam setiap tahapan. Modal ini sangat berguna ketika PSM melaksanakan penggerakan masyarakat untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

3.      Indikator Keberhasilan
Perumusan beberapa indikator keberhasilan motivasi partisipasif pada pelatihan wawasan kebangsaan di daerah perbatasan diantaranya :
a.       Terbentuknya kelompok pemberdaya masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan wilayahnya sesuai data, fakta-lapangan, dan analisis kebutuhan lokal di lapangan.
b.      Tersadarnya masyarakat perbatasan untuk selalu berusaha mengembangkan wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan.

D.           SASARAN
1.      Penggerak Swadaya Masyarakat
2.      Perwakilan dari aparat pemerintahan tiap kecamatan/kelurahan/desa/ dinas terkait
3.      Perwakilan tokoh masyarakat, pemuda, agama, wanita, adat, pendidikan, dan tokoh dunia usaha
4.      Perwakilan dari organisasi sosial / LSM yang peduli terhadap pembangunan di masyarakat daerah perbatasan

E.            METODE YANG DIGUNAKAN
1.      Dialog interaktif
2.      Ice Breaking
3.      Character building commitment
4.      Motivasi partisipasif
5.      Simulasi teknik Participatory Rural Appraisal (PRA)
6.      Pelatihan
7.      Pendampingan sesuai kebutuhan

F.            LANGKAH KEGIATAN
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan berkaitan dengan pelatihan pengembangan wawasan kebangsaan di daerah perbatasan berbasis partisipasif adalah sebagai berikut :

1.      Persiapan
a.    Menyusun desain rancangan pemberdayaan masyarakat dengan motivasi partisipasif yang disesuaikan dengan tema pelatihan ketransmigrasian
b.    Mencari data dan fakta awal tentang kondisi masyarakat.
c.    Menyamakan persepsi dengan instansi terkait, fasilitator, dan pendamping

2.      Pelaksanaan
a.    Simulasi teknik-teknik PRA (membuat peta sosial, yang memuat peta potensi dan peta masalah; pengorganisasian masalah dan potensi; relasi serta aktivitas masyarakat)
b.    Melakukan pelatihan pengembangan wawasan kebangsaan di daerah perbatasan dengan materi
1)   Pembentukan Suasana
Meliputi pencairan suasana dan perkenalan perumusan harapan dan kontrak belajar
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta dapat menyebutkan nama peserta lain dan fasilitator, membangun suasana belajar yang kondusif, merumuskan harapan dari pelatihan yang diikuti serta membangun kesepakatan bersama tentang jadwal, proses dan hasil yang harus dicapai dalam pelatihan.
2)   Pengembangan Motivasi partisipasif
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan dapat memahami pengertian, tujuan dan manfaat teknik-teknik motivasi dalam penggerakan masyarakat serta melaksanakan penggerakan di wilayah domisilinya, serta mengukur pencapaian Pelatihan. Pada proses ini harus benar-benar dilakukan dengan baik, sebab merupakan awal dari terbentuknya semangat untuk membangun wilayahnya sendiri yang merupakan perbatasan.
3)   Kebijakan Pengembangan Wawasan Kebangsaan pada Lokasi/Kawasan Transmigrasi di daerah Perbatasan
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta akan mampu memahami dan dapat mengetahui dasar hukum, kebijakan penyelenggaraan pelatihan wawasan kebangsaan, program Kota Terpadu Mandiri di daerah perbatasan serta potensi sebagai agen perubahan.
4)   Pengantar Wawasan Kebangsaan
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta akan mampu memahami Aspek Sejarah, wawasan Nusantara dan Wawasan Kebangsaan serta Pelaksanaan Wawasan Kebangsaan dalam Kehidupan sehari-hari. Dalam proses pelaksanaan tidak harus semua aspek dari kebudayaan seluruh Indonesia. Akan tetapi, PSM harus mengerti tentang kearifan lokal wilayah perbatasan setempat sehingga materi yang disampaikan dapat lebih fokus dan menyambung semangat dari memandirikan daerah perbatasan.
5)   Arti Pentingnya Wawasan Kebangsaan
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta dapat memahami heterogenitas Bangsa Indonesia, Dampak dan Tantangan Wawasan Kebangsaan, dan Kesadaran sifat wawasan Kebangsaan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Inti dari penyampaian proses ini adalah adanya kesadaran bahwa daerah perbatasan ini memiliki kekuatan yang berupa kearifan lokal untuk menghadapi hambatan yang berasal dari masyarakat itu sendiri dan tantangan yang berasal dari masyarakat luar.
6)   Pengamanan Daerah Perbatasan
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta dapat memahami karakteristik potensi daerah perbatasan, daerah perbatasan sebagai beranda depan Negara, pembangunan kawasan perbatasan melalui program transmigrasi dan kerjasama lintas sektor, dan pembinaan kawasan yang kondusif untuk pengembangan wawasan kebangsaan.
7)   Bela Negara dan Penerapan Wasbang sebagai Bagian dari Hak dan Kewajiban Warga Negara untuk Belanegara di Daerah Perbatasan
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan diharapkan dapat memahami Implementasi belanegara dan tantangan, dampak serta manfaat wasbang di daerah perbatasan ditambah juga dengan Hak dan Kewajiban Belanegara. Dalam proses ini dapat memanggil narasumber dari bidang-bidang terkait perbatasan seperti badan karantina, imigrasi, dan koramil. Agar masyarakat perbatasan mengerti hak dan kewajiban khusus yang dimiliki masyarakat perbatasan.
8)   Penyusunan Rencana Tindak Lanjut
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan para peserta dapat memahami pengantar penyusunan, tujuan dan manfaat serta mampu menyusun Rencana Tindak Lanjut dalam pengembangan wawasan kebangsaan. Ini merupakan proses terakhir dari pelatihan yang harus memuat partisipasif masyarakat. PSM harus bisa melihat permasalahan dari awal yang ada di perbatasan kemudian bersama-sama merumuskan dengan masyarakat setempat untuk berpartisipasi secara aktif. Sehingga diharapkan muncul tokoh-tokoh yang berkeinginan untuk memajukan wilayah perbatasan secara mandiri dan bersama-sama. Contoh rencana tindak lanjut yang bisa dilakukan misal pembentukan siskamling, pembuatan acara saat 17 Agustus, pembentukan kelompok usaha anyaman pandan, bersama-sama memperbaiki saluran air.

3.      Penyusunan Laporan
a.    Penyusunan laporan dilakukan sebagai upaya untuk bahan evaluasi bagi perbaikan dimasa mendatang
b.    Laporan juga merupakan media yang sangat efektif bagi upaya pemasaran sosial tentang keberadaan proses pemberdayaan masyarakat.
4.      Seminar hasil
5.      Pendampingan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dapat dilaksanakan oleh dinas setempat yang menaungi wilayah perbatasan.

G.           PENUTUP
Proses pemberdayaan masyarakat adalah itikad baik yang perlu dikembangkan oleh semua pihak. Namun, hal yang paling penting dan mendasar adalah proses pemberdayaan masyarakat haruslah dimulai oleh masyarakat bersangkutan. Motivasi partisipasif adalah metode yang dirasa efektif untuk mengajak kepada semua pihak yang terkait pada pemberdayaan masyarakat termasuk masyarakat itu sendiri khususnya di daerah perbatasan.
Saatnya menghargai kematangan lokal dengan memfasilitasi proses pemberdayaan dan memanfaatkan kemampuan masyarakat lokal untuk membaca situasi sosial, memahami, menganalisis, menentukan prioritas, mencari hubungan sebab akibat, membuat kegiatan/ program termasuk komponen-komponennya yang termuat dalam rencana kerja tindak lanjut.
Hasilnya adalah produk masyarakat dari arus bawah melalui proses partisipasif yang sangat mengedepankan hubungan saling menghargai, bekerjasama, mempunyai komitmen dan diharapkan ada hubungan kerja yang berlanjut.
Semoga makalah ini bermanfaat sebagai bahan penyempurnaan program pelatihan ketransmigrasian selanjutnya dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pada masa-masa yang akan datang.
                                                                                           
H.           DAFTAR PUSTAKA

Sumaryadi, I. Nyoman. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonomi dan Pemberdayaan Masyarakat.Jakarta : Citra Utama.      
Muttaqin. 2012. Merancang Pembentukkan Motivator Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Partisipasif. Makalah Pusbangtansosmas, Badiklit, Depsos RI. 13 hlm
Modul Pelatihan Pengembangan Wawasan Kebangsaan di Daerah Perbatasan BBPLK Jakarta.                         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar