Oleh : Kharis Ragil Triyanto, S.T.P
Penggerak Swadaya Masyarakat Pertama
UPT-P Balatrans Denpasar
Abstrak
Daerah perbatasan merupakan etalase bagi negara lain
untuk melihat bagaimana jati diri sesungguhnya bangsa Indonesia. Masyarakat di
daerah perbatasan khususnya transmigran yang ditempatkan disana adalah bentuk
perwujudan pemerintah dalam upaya pembangunan daerah perbatasan. Akan tetapi,
pembangunan daerah perbatasan oleh pemerintah masih belum optimal karena
kurangnya partisipasi masyarakat perbatasan itu sendiri.
Sebagai Penggerak Swadaya Masyarakat yang
memiliki tugas penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan selalu dituntut agar
dapat mengajak masyarakat sebagai subjek dari pembangunan dengan bermodalkan kearifan
lokal. Proses pembangunan masyarakat tak luput dari peran para penggerakak swadaya masyarakat. Disisi lain para penggerak
swadaya masyarakat itu sendiri perlu dukungan, terutama dukungan peningkatan
kesadaran, pengetahuan dan keterampilan bagaimana pemberdayaan berbasis
masyarakat dapat terlaksana.
Sebagai pendukung pengembangan wilayah perbatasan,
maka dibutuhkan rancangan pelatihan wawasan kebangsaan berbasis partisipasif
untuk masyarakat transmigran khususnya di daerah perbatasan. Diharapkan hasilnya
adalah produk masyarakat dari arus bawah melalui proses partisipasif yang
sangat mengedepankan hubungan saling menghargai, bekerjasama, mempunyai
komitmen dan diharapkan menghasilkan hubungan kerja yang berkelanjutan.
A.
PENDAHULUAN
Lebih dari setengah abad kita membangun, ternyata pembangunan tersebut
banyak melupakan daerah-daerah perbatasan. Sudah saatnya kita menata kembali
pembangunan dan memberikan perhatian yang serius kepada daerah-daerah
perbatasan sebagai bagian integral wilayah
NKRI. Daerah perbatasan merupakan beranda depan negara Indonesia. Sebagai icon dari bangsa dan negara Indonesia,
sudah saatnya daerah perbatasan memperoleh perhatian khusus agar bangsa kita
dihargai martabatnya oleh bangsa lain.
Menilik dari kondisi tersebut maka dipandang tepat bilamana program
pelatihan penggerakan masyarakat diisi dengan motivasi partisipasif untuk turut
mendongkrak dan memajukan masyarakat di daerah perbatasan. Dengan memberdayakan
orang-orang/ tokoh yang mempunyai motivasi untuk membangkitkan kesadaran,
komitmen, kemauan, dan kemampuan untuk menjadi mobilisator/ pionir pembangunan
daerah perbatasan.
Dalam pembangunan masyarakat, sumber daya manusia dalam
hal ini warga transmigran dan Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM)
merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan, karena manusialah yang akan
menggerakkan dan mengelola sumber daya lain yang ada pada wilayahnya untuk
kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Namun yang menjadi tantangan pada saat ini,
bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat
agar mampu berpartisipasi aktif, kreatif dan inovatif dalam membangun
masyarakat secara mandiri. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pelatihan
pengembangan wawasan kebangsaan yang di dalamnya terdapat motivasi
partisipasif. Pelatihan ini diselenggarakan oleh lembaga-lembaga yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk pemberdayaan masyarakat. Oleh
karena itu, UPT-P Balai Latihan Transmigrasi Denpasar sebagai salah
satu lembaga pemerintah yang memiliki tugas
memberdayakan masyarakat khususnya masyarakat transmigran menyelenggarakan pelatihan
pengembangan wawasan kebangsaan di daerah transmigrasi yang
memiliki perbatasan dengan negara lain.
B.
TUJUAN
Tujuan penyusunan makalah ini adalah memberikan gagasan rancangan pelatihan pengembangan
wawasan kebangsaan yang sesuai di daerah perbatasan untuk menyejahterakan
masyarakat perbatasan secara mandiri.
C.
KERANGKA PIKIR
Wawasan adalah cara pandang atau cara melihat atau pengetahuan tentang
sesuatu. Kebangsaan berasal dari kata bangsa. Bangsa lahir dari adanya kesamaan
kesadaran untuk hidup bersama dalam suatu keluarga besar. Kebangsaan berarti
ide atau pemikiran tentang bangsa. Wawasan kebangsaan adalah cara pandang suatu
bangsa terhadap prinsip-prinsip dasar kebangsaan yang menjadi ciri dan
mencerminkan sikap dan kepribadian serta jati diri bangsa tersebut, yang
memiliki rasa tanah air, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, serta
memiliki rasa kebersamaan untuk membangun bangsa dan negaranya menjadi lebih
baik dengan memahami delapan gatra
sebagai kekuatan meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan
keamanan, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan batas wilayah dalam
menghadapi hambatan (berasal dari dalam negeri) dan tantangan (berasal dari
luar negeri).
Pembangunan masyarakat akan berhasil dan bermanfaat
apabila berkonsentrasi pada kebutuhan masyarakat, sehingga keterlibatan
masyarakat sejak awal merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Beberapa langkah dalam rangka
membangun keterlibatan masyarakat antara lain :
1.
Mengidentifikasi kebutuhan serta masalah
yang dihadapinya.
2.
Mengidentifikasi potensi-potensi yang
ada diwilayahnya untuk dapat dikembangkan.
3. Mengembangkan rencana strategi untuk
pembangunan masyarakatnya berdasarkan kebutuhan serta potensi yang ada.
4.
Melaksanakan rencana tersebut dengan
partisipasi masyarakat secara maksimal dan mandiri.
Rancangan pelatihan ini harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini
:
1. Motivasi Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM)
Menjadi seorang penggerak,
banyak hal yang harus dipersiapkan baik persiapan ketahanan personal, kemampuan
memahami lingkungan dan modal sosialnya meliputi kemampuan mengajak,
memobilisasi, menjembatani, serta kemampuan untuk menjadi fasilitator. Sehingga
peran penggerak sangat penting dan strategis. Dalam konteks penggerakan
masyarakat, seorang penggerak swadaya masyarakat menempatkan diri sebagai garda
terdepan dan sebagai pionir pemberdayaan. Untuk itu dibutuhkan pemahaman,
afeksi, dan keterampilan yang memadai baik dari sisi motivasi, pemberdayaan,
mobilisasi dan mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam pemberdayaan
masyarakat.
Atas pertimbangan itu, maka
perlu dirumuskan desain untuk mengembangkan para PSM yang handal. Sehingga
ketika para PSM mempunyai bekal baik secara pengetahuan, afeksi, dan
keterampilan maka selanjutnya adalah bagaimana mengimplementasikannya dalam
kehidupan sosial yang sebenarnya.
Pada tatanan implementasi, sisi
keterampilan akan lebih dominan, terutama bagaimana memobilisasi masyarakat
untuk secara bersama memberdayakan diri sendiri. Baik pada tahap awal
penelusuran kebutuhan (TNA) sampai tahapan pelaksanaan rencana aksi
penggerakan. Hasil akhirnya adalah munculnya gerakan pastisipasi masyarakat.
Semuanya merasa ikut memikirkan, berperan, dan berpartisipasi di segala sisi
pemberdayaan. Kondisi ini diharapkan akan memotivasi orang, kelompok, atau
pihak lain untuk menjadi motivator pemberdayaan.
Skema. Alur Motivasi Partisipasif
2. Penggerakan Masyarakat Berbasis Partisipasif
Berbagai program pelatihan
transmigrasi yang telah dilaksanakan oleh UPTP Balai Latihan Transmigrasi
Denpasar secara mendasar belum dapat menjawab segala permasalahan yang dialami
masyarakat. Seluruh masalah itu dapat disebabkan diantaranya oleh sistem
partisipasi masyarakat, mulai dari tahap perencanaan sampai pada evaluasi, yang
kurang aspiratif. Akibatnya muncul partisipasi yang bukan berdasarkan kehendak
masyarakat, tapi partisipasi yang dipaksakan. Proses pelaksanaan pembangunan
yang seperti itu akan memunculkan pengaruh yang signifikan terhadap hasil yang
dicapai. Selain itu kurangnya rasa memiliki di kalangan masyarakat terhadap
program yang dilaksanakan berakibat pada ancaman ketidakberlanjutan program
(unsustainability), dan mudah sekali dilupakan dan ditinggalkan (hit and run).
Penggerakan yang dimotori
dengan motivasi partisipasif diyakini akan memunculkan rasa memiliki terhadap
suatu program mengharuskan bahwa setiap komponen masyarakat ikut terlibat mulai
dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi program. Dengan demikian
paradigma pembangunan yang bersifat sentralistis dan top down harus mulai ditinggalkan.
Pola pendekatan yang
bersifat sentralistis dan top down
seringkali menimbulkan permasalahan seperti (1) kurang terakomodasinya aspirasi
masyarakat serta ketergantungan masyarakat kepada pihak “luar” dalam
pengambilan prakarsa dan perumusan program, (2) terjadinya ketidakcocokan
program antara perancang program dalam hal ini pihak “luar” dengan pelaksana di
lapangan (masyarakat), (3) masyarakat hanya sebagai obyek, karena
keterlibatannya hanya sebagai pelaksana, sehingga mereka seringkali tidak
merasa sebagai pemilik program, (4) karena tidak merasa memiliki program,
akibatnya dukungan masyarakat terhadap program seperti ini seringkali semu
demikian pula dengan partisipasi mereka, (5) tidak adanya proses pembelajaran
(learning process) dari masyarakat dalam hal perencanaan dan pengorganisasian
karena mereka mereka hanya sebagai pelaksana (obyek), dengan demikian kurang menjamin keberlanjutan program karena
prakarsa selalu datang dari luar dan keterampilannya pun akhirnya tetap
dimiliki oleh orang luar.
Untuk menghindari masalah
tersebut sebenarnya sudah ada sistem perencanaan pemberdayaan masyarakat berbasis partisipasif, tinggal
bagaimana sistem tersebut dijalankan secara sinergis dengan kesadaran, komitmen
dan kebersamaan mewujudkan partisipasi semua kalangan. Tahapan sistem
perencanaan pemberdayaan masyarakat berbasis partisipasif yaitu (1) Lokakarya
tingkat RW (2) Lokakarya Desa (Musbangdes/kelurahan) (3) Lokakarya kecamatan
(4) Lokakarya kabupaten/kota (Rakorbang). Diantara setiap tahapan sistem
tersebut paling tidak mengandung unsur penetapan prioritas kebutuhan, penetapan
rumusan usulan perencanaan, penetapan prioritas usulan kegiatan, pemilahan dan
kategorisasi kegiatan berdasarkan dana yang dibutuhkan (swadaya, dunia usaha/
Pemda), serta yang utama ada penjaminan keterlibatan masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan.
Dari gambaran dua dimensi
diatas, yaitu yang berkaitan dengan motivasi dan penggerakan masyarakat
berbasis partisipasif. Maka dalam prosesnya seorang PSM harus memahami alur
pikir pemberdayaan yang dilaksanakan. Berkaitan dalam pelatihan pengembangan wawasan
kebangsaan di daerah kebangsaan ini, PSM dapat menerapkan tahapan pemberdayaan
yang meliputi (1) Awakening, suatu proses yang membantu orang mengadakan
penelitian terhadap situasi mereka saat ini, pekerjaan, pekerjaan dan posisi
mereka dalam organisasi dalam bahasa yang sederhana yaitu adanya proses
penyadaran terhadap “siapa diri saya”. Artinya, seorang PSM harus mengajak
transmigran dan masyarakat sekitar untuk mengenal diri mereka bahwa mereka
tinggal di daerah perbatasan yang memiliki berbagai potensi dengan melakukan
penelitian dan survei yang dilakukan masyarakat transmigran sendiri (2)
Understanding, suatu proses orang mendapat pemahaman dan persepsi baru yang
sudah mereka dapat mengenai diri sendiri, pekerjaan, aspirasi, dan keadaan umum.
Kaitannya dengan masyarakat transmigran di perbatasan, PSM harus mengajak
mereka untuk memikirkan apa yang akan mereka lakukan untuk meningkatkan taraf
hidupnya dengan melihat keaadan mereka sekarang dan potensi yang tersedia di
daerah perbatasan (3) Harnessing, yaitu individu yang telah memperlihatkan
keterampilan dan sifat, harus memutuskan bagaimana mereka dapat menggunakannya
bagi pemberdayaan. Seorang PSM diharapkan dapat mengajak dan memilih siapakah
tokoh yang dapat berperan di lingkungan masyarakat transmigran demi kemajuan
wilayahnya khususnya di daerah perbatasan, dan (4) Using, suatu proses
penggunaan keterampilan dan kemampuan pemberdayaan sebagai bagian dari
kehidupan kerja setiap hari. Tokoh pemberdaya yang sudah dibentuk oleh PSM
diharapkan akan terus memberdayakan wilayahnya dengan menggunakan keterampilan
dan kemampuannya.
Adapun skema pemberdayaan
seorang PSM dapat dilihat dari skema berikut :
Skema. Sistem Pemberdayaan
PSM
Skema diatas menjelaskan
bahwa, seorang PSM harus berdiri pada tahapan manapun. Seorang PSM harus
memahami, afeksi dan terampil dalam setiap tahapan. Modal ini sangat berguna
ketika PSM melaksanakan penggerakan masyarakat untuk mengajak masyarakat
berpartisipasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
3. Indikator Keberhasilan
Perumusan beberapa indikator
keberhasilan motivasi partisipasif pada pelatihan wawasan kebangsaan di daerah
perbatasan diantaranya :
a. Terbentuknya kelompok pemberdaya masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pembangunan wilayahnya sesuai data, fakta-lapangan, dan
analisis kebutuhan lokal di lapangan.
b. Tersadarnya masyarakat perbatasan untuk selalu
berusaha mengembangkan wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan.
D.
SASARAN
1. Penggerak Swadaya Masyarakat
2. Perwakilan dari aparat pemerintahan tiap
kecamatan/kelurahan/desa/ dinas terkait
3. Perwakilan tokoh masyarakat, pemuda, agama,
wanita, adat, pendidikan, dan tokoh dunia usaha
4. Perwakilan dari organisasi sosial / LSM yang
peduli terhadap pembangunan di masyarakat daerah perbatasan
E.
METODE YANG DIGUNAKAN
1. Dialog interaktif
2. Ice Breaking
3. Character building commitment
4. Motivasi partisipasif
5. Simulasi teknik Participatory Rural Appraisal
(PRA)
6. Pelatihan
7. Pendampingan sesuai kebutuhan
F.
LANGKAH KEGIATAN
Adapun langkah-langkah yang
akan dilakukan berkaitan dengan pelatihan pengembangan wawasan kebangsaan di
daerah perbatasan berbasis partisipasif adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
a.
Menyusun
desain rancangan pemberdayaan masyarakat dengan motivasi partisipasif yang
disesuaikan dengan tema pelatihan ketransmigrasian
b.
Mencari data
dan fakta awal tentang kondisi masyarakat.
c.
Menyamakan
persepsi dengan instansi terkait, fasilitator, dan pendamping
2. Pelaksanaan
a.
Simulasi
teknik-teknik PRA (membuat peta sosial, yang memuat peta potensi dan peta
masalah; pengorganisasian masalah dan potensi; relasi serta aktivitas
masyarakat)
b.
Melakukan
pelatihan pengembangan wawasan kebangsaan di daerah perbatasan dengan materi
1) Pembentukan
Suasana
Meliputi pencairan suasana dan
perkenalan perumusan harapan dan
kontrak belajar
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta
dapat menyebutkan nama peserta lain dan fasilitator, membangun suasana belajar
yang kondusif, merumuskan harapan dari pelatihan yang diikuti serta membangun
kesepakatan bersama tentang jadwal, proses dan hasil yang harus dicapai dalam
pelatihan.
2) Pengembangan
Motivasi partisipasif
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan dapat memahami
pengertian, tujuan dan manfaat teknik-teknik motivasi dalam penggerakan
masyarakat serta melaksanakan penggerakan di wilayah domisilinya, serta
mengukur pencapaian Pelatihan. Pada proses ini harus benar-benar dilakukan
dengan baik, sebab merupakan awal dari terbentuknya semangat untuk membangun
wilayahnya sendiri yang merupakan perbatasan.
3) Kebijakan Pengembangan Wawasan Kebangsaan pada
Lokasi/Kawasan Transmigrasi di daerah Perbatasan
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini
diharapkan peserta akan mampu memahami dan dapat mengetahui
dasar hukum, kebijakan penyelenggaraan pelatihan wawasan kebangsaan, program
Kota Terpadu Mandiri di daerah perbatasan serta potensi sebagai agen perubahan.
4) Pengantar Wawasan Kebangsaan
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini
diharapkan peserta akan mampu memahami Aspek Sejarah, wawasan Nusantara dan
Wawasan Kebangsaan serta Pelaksanaan Wawasan Kebangsaan dalam Kehidupan
sehari-hari. Dalam proses pelaksanaan
tidak harus semua aspek dari kebudayaan seluruh Indonesia. Akan tetapi, PSM
harus mengerti tentang kearifan lokal wilayah perbatasan setempat sehingga
materi yang disampaikan dapat lebih fokus dan menyambung semangat dari
memandirikan daerah perbatasan.
5) Arti
Pentingnya Wawasan Kebangsaan
Tujuan
: Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta dapat memahami
heterogenitas Bangsa Indonesia, Dampak dan Tantangan Wawasan Kebangsaan, dan
Kesadaran sifat wawasan Kebangsaan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Inti dari penyampaian proses ini adalah adanya
kesadaran bahwa daerah perbatasan ini memiliki kekuatan yang berupa kearifan
lokal untuk menghadapi hambatan yang berasal dari masyarakat itu sendiri dan
tantangan yang berasal dari masyarakat luar.
6) Pengamanan
Daerah Perbatasan
Tujuan
: Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta dapat memahami
karakteristik potensi daerah perbatasan, daerah perbatasan sebagai beranda
depan Negara, pembangunan kawasan perbatasan melalui program transmigrasi dan kerjasama lintas sektor, dan pembinaan kawasan yang kondusif untuk
pengembangan wawasan kebangsaan.
7) Bela
Negara dan Penerapan Wasbang sebagai Bagian dari Hak dan Kewajiban Warga Negara
untuk Belanegara di Daerah Perbatasan
Tujuan
: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta
pelatihan diharapkan dapat
memahami Implementasi belanegara dan tantangan, dampak serta manfaat wasbang di
daerah perbatasan ditambah juga dengan Hak dan Kewajiban Belanegara. Dalam proses ini dapat memanggil narasumber dari
bidang-bidang terkait perbatasan seperti badan karantina, imigrasi, dan
koramil. Agar masyarakat perbatasan mengerti hak dan kewajiban khusus yang
dimiliki masyarakat perbatasan.
8) Penyusunan Rencana Tindak Lanjut
Tujuan : Setelah mengikuti pembelajaran ini
diharapkan para peserta dapat memahami pengantar penyusunan, tujuan dan manfaat
serta mampu menyusun Rencana Tindak Lanjut dalam pengembangan wawasan
kebangsaan. Ini merupakan proses terakhir dari pelatihan yang harus memuat
partisipasif masyarakat. PSM harus bisa melihat permasalahan dari awal yang ada
di perbatasan kemudian bersama-sama merumuskan dengan masyarakat setempat untuk
berpartisipasi secara aktif. Sehingga diharapkan muncul tokoh-tokoh yang
berkeinginan untuk memajukan wilayah perbatasan secara mandiri dan
bersama-sama. Contoh rencana tindak lanjut yang bisa dilakukan misal
pembentukan siskamling, pembuatan acara saat 17 Agustus, pembentukan kelompok
usaha anyaman pandan, bersama-sama memperbaiki saluran air.
3. Penyusunan Laporan
a.
Penyusunan
laporan dilakukan sebagai upaya untuk bahan evaluasi bagi perbaikan dimasa
mendatang
b.
Laporan juga
merupakan media yang sangat efektif bagi upaya pemasaran sosial tentang
keberadaan proses pemberdayaan masyarakat.
4. Seminar hasil
5. Pendampingan yang dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan. Pendampingan dapat dilaksanakan oleh dinas setempat yang menaungi
wilayah perbatasan.
G.
PENUTUP
Proses pemberdayaan masyarakat
adalah itikad baik yang perlu dikembangkan oleh semua pihak. Namun, hal yang
paling penting dan mendasar adalah proses pemberdayaan masyarakat haruslah
dimulai oleh masyarakat bersangkutan. Motivasi partisipasif adalah metode yang
dirasa efektif untuk mengajak kepada semua pihak yang terkait pada pemberdayaan
masyarakat termasuk masyarakat itu sendiri khususnya di daerah perbatasan.
Saatnya menghargai kematangan
lokal dengan memfasilitasi proses pemberdayaan dan memanfaatkan kemampuan
masyarakat lokal untuk membaca situasi sosial, memahami, menganalisis,
menentukan prioritas, mencari hubungan sebab akibat, membuat kegiatan/ program termasuk
komponen-komponennya yang termuat dalam rencana kerja tindak lanjut.
Hasilnya adalah produk
masyarakat dari arus bawah melalui proses partisipasif yang sangat
mengedepankan hubungan saling menghargai, bekerjasama, mempunyai komitmen dan
diharapkan ada hubungan kerja yang berlanjut.
Semoga makalah ini bermanfaat sebagai bahan
penyempurnaan program pelatihan ketransmigrasian selanjutnya dan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan pada masa-masa yang akan datang.
H.
DAFTAR PUSTAKA
Sumaryadi, I. Nyoman. 2005. Perencanaan
Pembangunan Daerah Otonomi dan Pemberdayaan Masyarakat.Jakarta : Citra Utama.
Muttaqin. 2012. Merancang Pembentukkan Motivator
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Partisipasif. Makalah Pusbangtansosmas,
Badiklit, Depsos RI. 13 hlm
Modul Pelatihan Pengembangan Wawasan Kebangsaan
di Daerah Perbatasan BBPLK Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar